Rabu, 13 Oktober 2010

Sumpah Pemuda 2010, Pantaskah? ;Sebuah Refleksi

Diitengah-tengah keterpurukan yang melanda Bangsa Indonesia sejak sebelum kemerdekaan hingga kini (ada-ada saja keterpurukan yang datang silih berganti), ksisis seperti ini enggan berpisah dengan budaya bangsa ini. Lihat saja keterpurukan ekonomi, politik dan budaya, serta pemimpin bahkan yang terjadi akhir-akhir ini, sungguh miris dan menyayat hati dan nurani adalah krisis moral yang sudah sangat jauh menyatu dengan budaya dan karakter kita sebagai bangsa. Perang suku, perang aparat, perang agama dan bentrokan-bentrokan antar kubu terjadi dimana-mana baik dikarenakan oleh persoalan prinsipil maupun persoalan yang hampir tak berarti. Mengapa keberingasan bisa terjadi pada bangsa yg memiliki adat, karakter dan budaya adiluhung?

Sementara Angka kemiskinan dan pengangguran yang terus meningkat, Bencana Alam terus melanda pelosok negeri, paling parah tahun ini adalah banjir bandang wasior yang menelan kurang lebih 100 korban jiwa (Sekalipun Presiden SBY Terhormat menganggap sebagai bencana kecil). Disisi lain kebanggaan akan cerita kehebatan masa lalu yang belum tentu benarnya masih menjadi landasan pijak bangsa ini dalam menentukan arah kebijakan.

Kaum muda Indonesia dari berbagai elemen  mestinya lebih menyadari kesemrawutan kondisi dan situasi negeri ini. Pepatah klasik menggariskan bahwa "Nasib sebuah bangsa ada pada tangan para Pemudanya". 

Namun seperti apa potret kaum muda Indonesia saat ini? Bukankah jutaan persoalan moral hingga persoalan hukum itu lahir dari buah tangan anak muda negeri ini? 

Adakah kita optimis bahwa perubahan kearah yang lebih baik akan menyertai masa depan bangsa ini dengan bermodalkan kebobrokan moral dan mental kaum muda?


Masih pantaskah kita berteriak sebagai kaum muda, menyerukan perubahan sementara kita tak kurang dari mental dan moral pendahulu kita? 

Tidak ada komentar: