Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa
Timur menyatakan, penetapan Hari Raya Idul Adha 1431 Hijriah berpotensi akan
berbeda di antara umat Islam. “Itu dapat terjadi karena ketinggian hilal hanya
01.05 derajat atau kurang dari 2 derajat,” kata Ketua Lajnah Falaqiah PWNU
Jatim, KH Abdus salam Nawawi di Surabaya, Minggu (17/10).
Menurut dosen IAIN Sunan Ampel Surabaya itu,
ketinggian hilal di bawah 2 derajat itu memungkinkan hilal (rembulan usia muda
sebagai pertanda dari pergantian kalender) tidak terlihat. “Kalau tidak
terlihat akan diistikmalkan atau usia bulan Dzulqa`dah disempurnakan menjadi 30
hari, sehingga kemungkinan Idul Adha akan sama pada 17 November, tapi bila
tidak terlihat akan terjadi perbedaan itu,” ujarnya yang diwartakan republikaonline.
Namun, katanya, perbedaan itu
bukan sesuatu yang perlu dibesar-besarkan, karena perbedaan cara untuk
menetapkan awal bulan/kalender antara rukyatul hilal dan hisab memang
memungkinkan perbedaan itu. “Kalau NU melakukan rukyat, sedangkan organisasi
lain melakukan hisab, maka wajar kalau berbeda. Tapi, kalau cara berbeda dan
hasilnya sama, maka hal itu patut disyukuri,” katanya.
Sebelumnya, Lembaga Antariksa dan Penerbangan
Nasional, (Lapan) juga telah memperkirakan kemungkinan terjadinya perbedaan
pelaksanaan Idul Adha. “Ini karena perbedaan penentuan awal bulan Zulhijah,”
kata Peneliti Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional, Thomas Djamaluddin.
Menurut Thomas, perbedaan penentuan hari raya Idul
Adha tersebut terjadi karena perbedaan cara perhitungan yang dilakukan di
antara organisasi kemasyaratakat (Ormas) Islam di Tanah Air. “Akan ada Idul
Adha pada 16 dan 17 November karena perbedaan kriteria awal bulan. Jika
menggunakan hilal, Idul Adha pada 16 November, sedangkan melalui metode rukyat
pada 17 November,” kata Thomas.
Lapan memperkirakan, posisi bulan baru yang
ditandai dengan terlihatnya hilal sulit dilakukan. Pasalnya Lapan memperkirakan
ketinggian bulan pada awal Djulhijah kurang dari dua derajat. “Walau sudah
positif, dengan hitungan rukyat itu belum masuk,” katanya.
Lebih parah lagi, Lapan memperkirakan pada 2011
akan ada perbedaan penentuan Hari Raya Idul Fitri, sedangkan pada 2012 dan 2013
ada perbedaan penentuan awal Ramadan. Sementara pada 2014, akan terjadi
perbedaan penentuan awal puasa dan hari Lebaran karena tinggi bulan
diperkirakan hanya 0,8 derajat.
Thomas mengatakan, Lapan mengusulkan agar dibuat
kriteria baru yang menetapkan awal bulan untuk penanggalan Islam. Lapan sendiri
mengusulkan tinggi hilal seharusnya ditetapkan sebesar 4 derajat.
“Kriteria astronomi ketinggian di atas 4 derajat.
Saya usulkan agar penentuan penanggalan juga dilakukan melalui metode ilmiah
yaitu menggunakan ilmu astronomi,” kata Thomas.
Menanggapi hal itu, Menteri Agama Suryadharma Ali
sepakat agar dilakukan pertemuan kembali di antara ormas Islam dan lembaga
terkait untuk menentukan kriteria penetapan awal bulan penanggalan Hijriah.
Lebih awal
Muhammadiyah nomor: 05/MLM/I.0/E/2010, telah
menetapkan awal Ramadhan, 1 Syawwal, dan 1 Dzulhijjah 1431H, termasuk di
dalamnya adalah penetapan tanggal 10 Dzulhijjah atau hari Idul Adha.
Dalam surat yang ditandatangani oleh ketua umum PP
Muhammadiyah Din Syamsuddin, dan sekretaris umum Agung Danarto tersebut, juga
berisi himbauan berkenaan dengan ibadah pada bulan Ramadhan. Bersamaannya bulan
Ramadhan dengan hari kemerdekaan Republik Indonesia, juga menjadi bagian
himbauan Maklumat PP Muhammadiyah untuk selalu menjadikan diri sebagai manusia
yang merdeka, bebas dari belenggu-belenggu kehidupan dan pada akhirnya menjadi
manusia yang seutuhnya.
Maklumat PP Muhammadiyah yang tertanggal 16 Juli
2010 tersebut, mengumumkan bahwa 1 Ramadhan 1431H, akan jatuh pada hari Rabu,
11 Agustus 2010, dan 1 Syawwal 1431H, pada hari Jum’at 10 September 2010. Untuk
1 Dzulhijjah 1431H, Muhammadiyah mengumumkan akan jatuh pada hari Sabtu 6
November 2010, yang berarti Idul Adha atau 10 Dzulhijjah 1431H akan jatuh pada
hari Selasa 16 November 2010
Tidak ada komentar:
Posting Komentar