Kegagalan Presiden SBY dalam Memimpin Mempertahankan Kokohnya Filosofi dan Konstitusi Berbangsa dan Bernegara
1. Presiden SBY gagal memahami akar persoalan bangsa Indonesia, yang bersumber pada krisis filosofi berbangsa, yang diakibatkan oleh amandemen UUD 1945.
2. Presiden SBY gagal memimpin menjaga dan menjalankan falsafah hidup berbangsa dan bernegara sebagaimana komitmen awal berbangsa yang tercantum dalam Sumpah Pemuda 1928, Proklamasi Kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945, Pancasila, Pembukaan dan Batang Tubuh Undang Undang Dasar 1945. Falsafah musyawarah mufakat diubah menjadi demokrasi liberal dan voting-votingan, kerjasama digantikan dengan persaingan, budaya kekeluargaan berubah menjadi individualisme. Akibatnya nilai-nilai dan pandangan hidup serta mentalitas masyarakat jatuh dalam oportunisme, pragmatisme dan ketidakpercayaan diri yang mendalam.
3. Presiden SBY gagal mengendalikan kekacauan politik kenegaraan dan kebangsaan yang diakibatkan oleh amandemen subversif terhadap UUD 1945. Padahal Presiden SBY telah menerima masukan dari berbagai kalangan tentang proses amandemen UUD 1945, yang dilakukan di bawah tekanan aktor dan lembaga keuangan asing, khususnya IMF. Sedikitnya 20 LOI ditandatangani oleh Pemerintah Indonesia dengan IMF, dan puluhan MoU antara Pemerintah Indonesia dan IMF yang ditujukan untuk mengubah UUD 1945. Bahkan, setelah amandemen UUD 1945, dilangsungkanlah perayaan di Stockholm University untuk merayakan kemenangan lembaga-lembaga donor asing tersebut dalam mengubah UUD 1945.
4. Presiden SBY gagal membendung pihak asing untuk mengobrak abrik Undang Undang dan berbagai peraturan di Indonesia. Lembaga keuangan International Monetary Fund (IMF), World Bank (WB), Asian Development Bank (ADB), serta konsultan asing menjadi dalang dibalik pembuatan seluruh undang-undang pasca reformasi 1998. Kesemua UU di bidang ekonomi seperti investasi, perdagangan dan keuangan, sangat berwatak neokolonial, yang dibuat oleh pihak asing dengan menggunakan komponen utang luar negeri. Bahkan UU yang mengatur pemerintahan seperti otonomi daerah, reformasi pemerintahan sepenuhnya dibuat oleh aktor asing. Sejak tahun 1998-2009 sedikitnya 474 UU telah disahkan dan diantaranya mengatur masalah-masalah ekonomi, mulai dari investasi, perdagangan dan keuangan, UU sektoral tentang pertambangan, migas, perkebunan, kehutanan, pesisir kelautan, pangan, perburuhan, sumber daya air, lingkungan hidup, kesehatan dan pendidikan. dalam tahun 2010 ini, sedikitnya 70 UU akan digodok kembali oleh DPR bersama Presiden, sejumlah 31 UU diantaranya berkaitan dengan perekonomian yaitu bidang ekonomi dan sumber daya alam, agraria dan lingkungan hidup. Secara keseluruhan UU tersebut mengabdi pada kepentingan asing. Sebagai contoh pengesahan UU No 25 tahun 2007 tentang penanaman modal (UUPM) menunjukkan keberpihakan Presiden SBY pada Nekolim. UU ini menjadikan azas most favoured nation (mfn) dan national treathment (nt) yang merupakan preambul World Trade Organization (WTO) sebagai azas dari UU ini. Azas ini merupakan azas perlakuan yang sama antara rakyat Indonesia dengan korporat asing dalam hal penanaman modal di Indonesia. UU ini menjadi pintu masuk bagi penyerahan kekayaan alam, tambang, migas, perkebunan, pertanian, pulau-pulau kecil, penjualan manusia secara murah, penyerahan pasar domestik, penyerahan sumber keuangan nasional dan perbankkan indonesia kepada modal asing.
5. Presiden SBY gagal memimpin dan menyatukan cita-cita nasional. Dibawah Kepemimpinan Presiden SBY, bangsa Indonesia kehilangan cita-cita, arah dan tujuan berbangsa. Tidak ada satupun makhluk di Indonesia, yang tahu ke arah mana negeri ini akan menuju. Masyarakat Indonesia mengalami disorientasi, masing-masing institusi negara terfragmentasi dalam kepentingan institusi dan kepentingan pribadi pejabatnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar