Minggu, 05 April 2009

PEMILU 2009 Refleksi Arah Gerakan Pemuda Indonesia

Peran Pemuda dan Mahasiswa pada tahun 1998 telah mampu mendobrak kejumudan demokrasi Indonesia selama 32 tahun, yang kemudian mengantarkan bangsa Indonesia ke gerbang demokrasi baru, yaitu melalui Pemilihan Umum (PEMILU) pada tahun 1999 dan tahun 2004. Dunia luar banyak memuji Indonesia, dengan memberikan penilaian positif atas PEMILU yang dilaksanakan pasca Reformasi tersebut.

Namun, jelang usia Reformasi yang tengah beranjak 11 tahun, perubahan signifikan belum banyak terjadi pada hari ini. Potret masyarakat urban, yang hidup di perempatan jalan, emperan – emperan pertokoan, dan kolong – kolong jembatan ditampilkan secara telanjang oleh media massa.

Beberapa pengamat mengatakan, jika dilihat dari indikator kesejahteraan maka Indonesia tidak memiliki prestasi yang dapat dibanggakan. Mulai dari pendapatan rakyat yang rata – rata rendah, tingkat pendidikan rendah, tingkat kesehatan rendah, moralitas rendah, dan lain sebagainya. Secara ekonomi, beban yang harus ditanggung oleh bangsa ini sangatlah berat. Data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2007 menyebutkan sedikitnya 37,17 juta rakyat Indonesia berada dalam garis kemiskinan.

Di tahun satu abad Kebangkitan Nasional, kesenjangan sosial – ekonomi pun semakin terlihat jelas. Tidak kurang dari 150 orang terkaya Indonesia menguasai aset sebesar Rp. 419 trilliun, dan 81 % Produk Domestik Bruto yang terkonsentrasi di Jawa dan Bali saja.

Ketergantungan pemerintah terhadap pembiayaan luar negeri semakin tinggi, sehingga Indonesia merupakan negara yang terjerumus dalam perangkap hutang. Bahkan, kabarnya bayi yang terlahir sebagai Warga Negara Indonesia pun telah mewarisi hutang sebanyak Rp. 1 juta.

Apa yang salah dari bangsa ini…? Bukankah cita – cita besar bangsa ini telah tertuang dalam amanah Undang – Undang Dasar 1945, yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa dan memenuhi kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia. Cita – cita ini diikat oleh satu pemahaman yang telah disepakati oleh founding fathers bangsa, yaitu prinsip bernegara hendaknya ditopang melalui Ketuhanan yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia, Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan /perwakilan, Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Artinya, prinsip – prinsip bernegara ditegakkan atas nilai moralitas, persamaan derajat, kepentingan nasional, musyawarah, dan persamaan dalam hukum. Namun, mengapa persoalan kebobrokan moral justru tergambar jelas dalam kehidupan Bangsa mulai pejabat pemerintah sampai kepada anak – anak bangsa negeri ini yang tengah bersekolah. Persamaan derajat, nyatanya tidak terjadi dengan adanya jurang pemisah yang teramat jauh antara yang kaya dengan yang miskin, antara masyarakat perkotaan dengan masyarakat desa, antara elit dengan rakyatnya. Pemekaran daerah tidak lagi dipandang sebagai wujud persatuan nasional, yang akan memberi kebermanfaatan bagi masyarakat, namun hanya menjadi kepentingan elit dalam mengejar kekuasaan. Musyawarah, tidak lagi ditegakkan, karena kekerasan dari tingkat elit dalam mengambil keputusan sampai kepada masyarakat dalam mempertahankan hidupnya tengah menjamur dalam kehidupan bermasyarakat. Keadilan social, nyatanya menjadi satu hal yang utopis dalam penegakan hukum, antara si elit dengan si maling ayam.

Satu dasawarsa Reformasi, kiranya dapat memberikan kita untuk melakukan perenungan terhadap arah perjalanan bangsa ini. Dan inilah yang semestinya dilakukan oleh Pemuda dan Mahasiswa untuk menemukan kembali hakekat cita – cita besar bangsa Indonesia. Sudah saatnya seluruh komponen bangsa untuk menafsirkan kembali amanah dan prinsip kebangsaan yang dituangkan dalam UUD 1945 dalam konteks global hari ini.

PEMILU 2009

PEMILU 2009 dipandang oleh banyak pengamat politik sebagai PEMILU yang cukup mahal. Pemerintah telah menganggarkan dana sebanyak 20 triliun rupiah untuk membiayai ‘Pesta Demokrasi’, dan ini pun tidak menjamin yang terpilih, nantinya akan mampu mengubah keadaan masyarakat.

AC Nielsen pada tahun 2008 memonitor iklan kampanye yang dilaksanakan oleh para caleg & calon eksekutif, yang dipasang di 11 televisi Nasional, 8 TV local, 93 surat kabar, serta 151 majalah dan tabloid, dengan hasil yang mengejutkan yaitu total belanja iklan 2008 tercatat 41,7 Triliun, dan itu belum sampai kepada kampanye pada 2009.

Oleh karena itu, demokrasi kita yang cukup mahal ini perlu didudukkan secara proporsional agar tidak menjadi sangat mubazir, yaitu sampai kepada menimbulkan masalah & gejolak dimasyarakat. Hal ini tentunya sangat ironis apabila kita menghadapkan dengan realitas masyarakat kita hari ini, yang sedang susah dalam menghadapi masalah kehidupannya, mulai dari kemiskinan, bahan pokok yang beranjak naik, PHK yang diakibatkan krisis global, lapangan kerja yang sulit, dll, padahal banyak harapan yang digantungkan masyarakat pada PEMILU di 2009 ini.

Revrisond Bazwir mengungkapkan bahwa Indonesia menganut sistem ‘demokrasi liberal’ yang pada subtansinya tidak memiliki kaitan dangan kesejahteraan masyarakat. Hal ini dapat dilihat bahwa pesta demokrasi lebih merepresentasikan kepentingan pemodal. Indikasi sederhana adalah biaya kampanye yang menembus kisaran angka yang cukup fantastis. Sebagai contoh terungkap data pengeluaran biaya kampanye yang dilakukan oleh 7 partai, yaitu 1. Partai GERINDRA angka 46,782 miliiar, 2. Partai Demokrat 36,121 miliar, 3. Partai Golkar 18,873 miliar, 4.PKS 4,886 miliar, 5.PPP 3,294 Miliar, 6. PAN 1.529 miliar, 7. Partai Hanura 1.432 miliar.

Masih menurut Revrisond, jelas bahwa masyarakat sebenarnya tidak akan diuntungkan, justru dirugikan. Hal ini karena PEMILU hanya dijadikan alat kaum pemodal untuk mencapai kekuasaan dan mengendalikannya.

Besarnya modal yang dikeluarkan oleh para kontestan PEMILU 2009, menyebabkan hal ini juga mengindikasi penggunaan ‘money politic’. Dan ini seolah menjadi hal yang lazim dalam demokrasi kita, ditengah kesulitan ekonomi yang dihadapi oleh rakyatnya. Beberapa penyelenggaraan Pemilihan Kepala Daerah (PILKADA) yang telah dilangsungkan, dapat membuktikan bahwa money politic merupakan instrumen yang tidak boleh tidak ketinggalan dalam penyelenggaran pemilihan.

Sebagai agenda 5 tahunan, PEMILU 2009 memiliki sebuah nuansa sendiri. Hal ini terutama bagi Partai Politik kontestan PEMILU 2009, mulai dari berubahnya peraturan yang menjadi rule of the game yang memenangkan suara terbanyak pada pemilihan legislatif, dan bukan berdasarkan nomor urut. Hal ini tentu saja mengindikasi bahwa persaingan antara Calon Legilatif (Caleg), tidak hanya akan terjadi dalam internal satu Partai Politik saja.

Realitas pencalegan akan memunculkan, pertentangan antara caleg populis dengan caleg yang memiliki kapasitas dan kapabilitas. Hal ini pada akhirnya akan mempengaruhi struktur partai dan cara pandang partai dalam dinamika politik kontemporer.

PEMILU 2009 memang memiliki resistensi konflik yang cukup besar, mulai dari DPT (Daftar Pemilih Tetap) yang baru-baru ini menjadi masalah, sampai muncul isu untuk diundurnya PEMILU. Hal ini merupakan bibit konflik yang pada saatnya nanti akan mencuat. Dan kalaupun tidak diselesaikan dengan baik, hal ini akan menjadi masalah besar setelah penyelanggaraan PEMILU kali ini.

Dari uraian diatas dapat ditarik beberapa persoalan sebagai berikut:

1. PEMILU 2009 menjadi pertaruhan bagi masyarakat untuk percaya kepada siapapun, agar yang terpilih nantinya dapat membawa angin segar dalam menyelesaikan permasalahan yang terjadi di masyarakat. Hal ini mengingat cost politik yang begitu besar, maka sudah Seharusnya memberikan dasar kepada masyarakat kita bahwa inilah pembuktian yang akan mengantarkan demokrasi kita kepada kesejahteraan. Sehingga pilihan itu, harusnya menjadi pilihan sadar dari masyarakat kita, dan bukan karena iming – iming harapan yang kosong belaka, ataupun sekedar berharap money politic.

2. Sikap skeptis dan pesimis dari sebagian masyarakat yang melihat PEMILU 2009, akan menjadi penambah dari angka GOLPUT. Dan hal ini direpresentasikan oleh Pemuda sebagai pemilih pemula yang mempunyai jumlah pemilih signifikan pada PEMILU kali ini.

3. PEMILU 2009 yang resisten terhadap konflik, tidak hanya antar partai namun juga internal partai politik. Belum lagi juga kepentingan suku, ras, agama, hingga kepentingan petinggi TNI yang tentunya menjadi bumbu pelengkap dalam penyelenggaraan PEMILU kali ini.

4. Suksesnya PEMILU 2009 bukan hanya dilihat dari terselenggaranya teknis penyelenggaraan PEMILU, atau pergantian kepemimpinan nasional. Namun, lebih dari itu adalah harapan terhadap arah perubahan bangsa ini menuju taraf kehidupan yang lebih baik.

PEMUDA sebagai Komponen Politik

Dalam perjalanan politiknya, rasanya kita tidak pernah menemukan satu catatan, bahwa gerakan pemuda adalah gerakan pilihan politik secara praktis. Ia lebih merepresentasikan gerakan moral, yang menjadi polisi dalam mengawal cita – cita kebangsaan yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa dan memenuhi kesejahteraan masyarakat.

Mengutip Pramudya Ananta Toer bahwa pemuda bukan hanya sekedar umur, tapi juga Gagasan, yakni Progresif, Radikal & Militansi yang kuat, sehingga ia mampu menjadi motor serta lokomotif dari perubahan yang akan diusung.

Sengat perubahan harus menjadi nafas yang mengilhami gerakan muda, kalau kita bicara mengenai PEMILU 2009. Ruang – ruang pragmatisme harus ditutup rapat – rapat dalam jiwa pemuda, idealisme sudah seharusnya kembali dibentangkan. Sehingga pemuda tidak masuk dalam gelanggang politik tawar – menawar, yang cenderung pragmatis. Oleh karenanya penting bagi pemuda untuk:

1. Menemukan kembali agenda perjuangan sebagai penjaga idealisme gerakan, sebagaimana dulu pernah dicetuskan dalam beberapa agenda yang tercatat dalam sejarah bangsa, yaitu Sumpah Pemuda 1928, Pancasila & UUD 1945, Tritura 1966, dan terkini agenda Reformasi 1998. Sudah seharusnya hal ini dihamparkan kembali dihadapan pemuda, untuk dikaji dan dievaluasi. Hal ini diharapkan agar pemuda tidak menjadi tunggangan kepentingan politik praktis, yang sifatnya pragmatis.

2. Mengembalikan subtansi Demokrasi sebagai alat untuk mencapai kesejahteraan sosial, sehingga PEMILU bukan menjadi tujuan, melainkan alat yang seharusnya memberikan kebermafaatan bagi masyarakat Indonesia dengan efisien, dan efektif. Sehingga, perlu kiranya seluruh komponen bangsa menggulirkan model penyelenggaraan PEMILU yang murah.

3. Sebagai langkah praktis, maka perlu kiranya pemuda mengambil bagian terhadap terselenggaranya PEMILU 2009 damai, arif & bermartabat.

Demikianlah catatan ini saya buat. Penting bagi kita membicarakan PEMILU, namun itu semua bukanlah satu-satunya agenda yang menjadi prioritas bagi gerakan pemuda. Hal ini karena hakikatnya gerakan pemuda merupakan polisi moral yang akan mengawal arah demokrasi, untuk kesejahteraan masyarakat dan bangsa Indonesia. Wallahu’alam Bishawab.

Oleh : Nasrullah

(Ketua Umum Pengurus Besar Pelajar Islam Indonesia (PB PII) periode 2008-2010)

Tidak ada komentar: