Jumat, 05 November 2010

Pencitraan, Penghambat Utama Distribusi Bantuan Merapi

Persebaran distribusi bantuan bagi korban bencana alam Merapi tidak merata. Bantuan yang datang dari para donatur kebanyakan terpusat di Sleman. Akses yang mudah dijangkau dari kota Jogja, tempat bermukim sang juru kunci Merapi dan sering diliput oleh media adalah faktor - faktor yang memengaruhi bantuan tersebut terpusat di wilayah Sleman. Keadaan ini sangat tidak menguntungkan bagi korban bencana Merapi yang berada di wilayah lain seperti di wilayah Magelang, Klaten, dan Boyolali. 

Pada wilayah tersebut bantuan sangat minim, di beberapa posko pengungsian pengelolaan posko masih bersifat swadaya. Pengungsi memanfaatkan apa yang ada di sekitar mereka untuk bertahan hidup.
 
Birokrasi pemerintah yang berbelit sangat menghambat proses pendistribusian bantuan pada pengungsi. Terhambatnya distribusi bantuan ini akan membuat kelangkaan bantuan di posko pengungsian tetapi sebenarnya bantuan itu menumpuk di gudang.  Menurut relawan JM, gudang logistik Pemkab. Magelang memiliki stok yang berlebih tetapi tidak bisa dimanfaatkan untuk kepentingan pengungsi karena birokrasinya tidak semudah mengeluarkannya. Hal ini akan menambah kerentanan bagi para pengungsi. Apabila bantuan tidak segera datang, maka para pengungsi harus lebih lama bertahan dalam keadaan seadanya yang serba kekurangan. Ironisnya menjelang kedatangan pejabat pemerintahan, posko yang menjadi tujuan kedatangan pejabat tersebut dipenuhi bantuan hingga berlebih menunjukkan pemerintah daerah setempat memang tanggap terhadap penanganan bencana. Kejadian ini terjadi di TPS Muntilan yang rencananya akan dikunjungi oleh Presiden.
Kedatangan pejabat ke lokasi pengungsian juga menghambat jalannya distribusi bantuan. Jalanan yang akan dilewati rombongan pejabat disterilkan dari kegiatan apapun. Kegiatan pendistribusian logistik juga akan berhenti apabila jalan yang akan akan dilalui harus disterilkan demi pengamanan "rombongan sirkus" tersebut. Akibatnya, logistik terlambat datang di lokasi pengungsian.
Seharusnya pemerintah malu dan harus belajar banyak dari kesigapan masyarakat yang tanpa birokrasi yang berbelit - belit, tanpa pensterilan jalan, dan tanpa perlu diliput oleh media berusaha membantu korban bencana. Kalau penanganan bencana masih dengan birokrasi yang rumit dan pemberian bantuan harus diliput oleh media, citra buruk pemerintah akan terus terjaga di mata rakyat. Semoga pemerintah mau membuka mata dan belajar untuk memberikan pelayanan yang terbaik bagi rakyat karena pemerintah dipilih dari, oleh, dan untuk rakyat.

Tidak ada komentar: